Penyakit kulit adalah salah satu masalah kesehatan umum di Indonesia,
dengan prevalensi mencapai 12,95%. Salah satu bakteri yang menyebabkan
infeksi kulit adalah Staphylococcus epidermidis. Tingginya toksisitas dan
biaya pengobatan antibiotik sintesis mendorong pengembangan alternatif
berbasis bahan alami. Minyak atsiri dari daun rosemary (Rosmarinus
officinalis L.) dan serai wangi (Cymbopogon nardus L.) diketahui memiliki
potensi antiakteri yang menjanjikan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi dan membandingkan efektivitas antibakteri kedua tanaman
tersebut terhadap Staphylococcus epidermidis.
Penelitian ini menggunakan metode difusi cakram (Kirby-Bauer) untuk
mengukur aktivitas antibakteri. Minyak atsiri diperoleh melalui metode
destilasi dari daun rosemary dan daun serai wangi. Ektrak yang dihasilkan
diuji kualitasnya menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
Aktivitas antibakteri dievaluasi berdasarkan zona hambat yang dihasilkan
terhadap pertumbuhan Staphylococcus epidermidis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa minyak atsiri daun rosemary
memiliki aktivitas antibakteri yang lebih kuat dibandingkan serai wangi. Pada
konsentrasi 70% dan 80%, rosemary menghasilkan zona hambat rata-rata
sebesar 8,25 mm dan 9,45 mm, dikategorikan sebagai aktivitas sedang.
Sementara itu, serai wangi menghasilkan zona hambat tertinggi sebesar
7,08 mm pada konsentrasi 80%, juga tergolong sedang namun lebih rendah
disbanding rosemary. Dapat disimpulkan bahwa minyak atsiri daun rosemary
lebih efektif dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus epidermidis
dibandingkan daun serai wangi, sehingga memiliki potensi sebagai alternatif
antibakteri alami.
Kata kunci: Staphylococcus epidermidis, antibakteri, rosemary, serai
wangi, minyak atsiri